Sabtu, 12 Mei 2012

Menilik Kehidupan Beragama

KERUKUNAN UMAT–Warga melintas di depan bangunan Masjid Al Hikmah dan GKJ Joyodiningratan di Serengan, Solo, Rabu (6/7/2011). Kedua bangunan tersebut telah diusulkan untuk menjadi bangunan cagar budaya karena telah berusia lebih dari 50 tahun dan mempunyai nilai historis sebagai simbol kerukunan umat beragama.
Enam puluh Lima tahun masih tetap berdampingan dan itu bukan waktu yang sebentar. Sekitar selama itu pula, umat Gereja Kristen Jawa (GKJ) Joyodiningratan dan Masjid Al Hikmah yang berada di kawasan Serengan, Solo, hidup berdampingan dengan rukun. Belum pernah ada konflik agama apapun antara mereka.
"Untuk mengantisipasi konflik beragama, senjata kami hanya satu. Komunikasi. Komunikasi informal antar pengurus selalu kami lakukan jika ada konflik beragama yang terjadi di daerah lain,” ujar Nunung Istiningdya, Pendeta GKJ Joyodinigratan saat ditemui di tempat tinggalnya, Sabtu (12/05/2012).Kerukunan beragama yang mereka jalani selama ini dilakukan dengan saling menghargai satu sama lain imbuhnya.

“Supaya saudara kita yang Kristen tenang dan khusyuk mengikuti kebaktian,” kata Takmir Masjid Al Hikmah, Muhamad Nasir Abu Bakar di kediamannya, Sabtu (12/05/2012).

"Dulu waktu penasbihan saya menjadi pendeta (GKJ Joyodiningratan-red) bertepatan dengan waktu solat. Pihak gereja meminta agar pihak masjid mengecilkan suara azan, tapi ternyata saat azan, pihak masjid malah tidak menggunakan pengeras suara untuk menghormati kami," terang Pendeta Nunung.

Sejarahnya, GKJ Joyodiningratan didirikan di daerah Danukusuman, Solo tahun 1929. Namun karena gereja tersebut sudah tidak mampu lagi menampung jumlah jemaat akhirnya gereja dipindahkan tahun 1939 di tanah yang dibeli gereja dari H.Zaini, di lokasi sekarang berdiri. Padahal saat membeli tanah itu, pihak gereja sudah mengetahui jika nantinya di bagian utaranya akan didirikan mushola.

”Ketika masjid mau ditingkat, kami menyampaikan dan minta izin ke pihak gereja. Begitu juga sebaliknya, saat gereja mau ditingkat mereka datang dan minta izin ke sini,” cerita Muhammad Nasir. Di bagian depan, diantara bangunan masjid dan gereja terdapat sebuah tugu lilin. Menurut Muhammad Nasir dan Pendeta Nunung, tugu lilin itu menjadi simbol bagi mereka dan warga untuk tetap menjaga kerukunan. Mereka juga berharap bahwa kerukunan ini akan terjaga selama-lamanya. (nofian c.s)

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More